Cek di sini

Sabtu, 04 Maret 2017

[Cerpen] Pagi / Untaian Jemari

Pagi / Untaian Jemari
(Duniamimpigie)


Sekonyong-konyong ia berbalik. Matanya menemukanku.

“Kok bisa tahu?”tanyaku, polos, penasaran.

Ia mengedikkan dagu, mengarah ke balik punggungku, lalu menelusurkan jari telunjuknya yang panjang dan berbonggol kokoh dari langit hingga membentuk garis diagonal imajiner yang berakhir di aspal di sampingnya.

“Sinar mataharinya. Bikin bayanganmu kelihatan sampai ke depanku, meski kau berusaha sembunyi di belakang.”

Aku melenguh. Kecewa rencanaku mengagetkannya gagal hanya karena matahari.

“Gagal nih?” balasnya. Bukan pertanyaan, sekadar ejekan yang disertai seringai jahil penuh kemenangan. “Lain kali kalau mau iseng, tunggu sampai matahari juga mendukungmu.” Kali ini diiringi derai tawa singkat—yang kusuka.

Lalu sunyi mendadak saja kembali mengalun di jalan setapak itu, yang sisi-sisinya dijajari pohon rindang. Pagi itu sepi, namun hangatnya menyelimuti hingga ke hatiku.

Aku terlambat terkekeh geli. Lalu berlari kecil menyusul dirinya yang sengaja menungguku tak jauh di depan.

Begitu langkah kami sejajar, ia turunkan sebelah tangannya yang sedari tadi erat menggenggam tas selempangnya, untuk kemudian ditelusukkan ke sela-sela jemariku yang senggang. Seolah, memang di situlah tempatnya. Seolah, kesepuluh jemari yang saling bertaut itu merupakan kepingan-kepingan puzzle; yang kini membentuk utuh, sempurna.

Lantas kami kembali menyusuri jalan itu; dengan tangan bertaut.


21-02-2017