Cerpen yang saya buat atas permintaan Tsukiha Tsukiharu, Januari 2021.
“Uwah~ kamarmu biasa banget, Yui. Terlampau rapi, malah!”
Itulah ucapan pertama yang keluar dari mulut cewek
berambut pendek berwarna pucat itu, yang sekaligus adalah teman masa kecil
Yuichi: Oozora Ui.
“Kamu cowok kan? Kenapa bisa serapi ini sih?
Biasanya cowok nggak rapi kan?” lanjutnya lagi, mencerocos tanpa henti sembari
menggeret koper besarnya masuk ke ruang utama apartemen Yuichi—yang mulai hari
ini akan menjadi apartemen mereka berdua: Yuichi dan Ui.
Ya, Shigure Yuichi dan Oozora Ui akan tinggal
di bawah atap yang sama mulai hari ini.
Tidak ada yang aneh dari itu, setidak-tidaknya
begitulah isi pikiran Yuichi dan Ui. Meski sering kali, mereka dipandang aneh
oleh teman-teman sebayanya sewaktu masih di desa sebab hubungan mereka yang
terlalu akrab.
Yuichi menyelak, sembari tangannya merebut
gagang koper Ui tiba-tiba dan menggantikan cewek itu menggeretnya, “Sejak masih
di desa dulu, kamu sudah sering masuk kamarku! Yang selalu rapi! Mestinya kamu
nggak perlu seheran itu, dasar berlebihan!”
Ui membalas dengan kalimat yang masih sama
panjangnya, “Yaaah… kukira kamu sudah berubah di kota besar. Atau, siapa tahu
kota besar mengubahmu. Kan biasanya begitu orang-orang!”
Yuichi menggeleng-geleng melihat Ui yang masih
saja banyak tingkah, “Dari tadi biasanya begini, biasanya begitu. Biasa
melulu!”
“Ehehehe~” balas Ui, cengengesan.
Cowok itu lalu mengarahkan kakinya ke kanan,
ke satu-satunya kamar kosong di apartemen tersebut.
“Bawaanmu cuma ini?” tanya Yuichi lagi,
menyingkir dari ambang pintu agar sahabatnya itu bisa masuk dan melihat
langsung kamar barunya dengan jelas.
Ui mengangguk, “Sisanya dikirim pakai
ekspedisi. Yang kubawa hanya satu koper itu. Isinya hanya pakaian, laptop, dan
alat-alat menggambar. Mungkin besok atau lusa sampai.”
Yuichi mengangguk.
“Kamu lapar kan? Sudah kusiapkan makanan
seadanya, kare. Kamu mau?”
Ui tersenyum lebar mendengarnya. Wajar, sebab
sudah sejak di stasiun tadi perutnya keroncongan.
“Mau! Mau kare atau omurice atau ramen instan pun, pasti bakal kulahap dalam sekejap!
Apa saja tidak masalah, yang penting perut bisa kenyang!” balas Ui riang.
Yuichi turut tersenyum juga. Sudah setahun
mereka terpisahkan, semenjak Yuichi pergi ke Tokyo setelah diterima bekerja
sebagai programmer di suatu studio
gim yang baru beberapa tahun merintis bisnisnya.
“Oke, kutunggu di ruang tengah. Kamu bongkar-bongkar
saja dulu,” jelas Yuichi, bermaksud menata makanan yang akan disajikannya
terlebih dulu di meja agar kawan lamanya itu bisa segera bersantap.
Namun, Ui malah mematung, kepalanya
ditelengkan ke kanan dan kiri sembari jari telunjuknya ditaruh di depan bibir.
Yuichi selalu geli saat melihat tingkah Ui yang seperti itu, menurutnya Ui
seperti burung perkutut saja.
Ui malah nyengir, “Nanti saja beres-beresnya,
kalau aku nggak malas!”
Yuichi menghela napas, “Dasar! Kalau begitu,
bantu aku menyiapkan meja.”