Cek di sini

Senin, 14 Desember 2015

[Terjemahan] 法術 = Gramarye (from "Evil Eater" by Issei Eifuku & Kojino)

Pada bulan Desember ini, saya (alhamdulillah) kebanjiran order terjemahan naskah komik dari bahasa jepang ke bahasa indonesia.
Salah satunya komik yang berjudul "Evil Eater" yang dikarang Issei Eifuku dan digambar oleh Kojino (yang juga menggambar "Prizona 6")

Evil Eater 01 & 02 di pojok kanan bawah

Jujur, saya sangat-amat ngeri(?) dengan Evil Eater dibanding buku-buku lainnya. Kengerian itu dipicu selain karena genre Evil Eater yang termasuk sci-fi--yang jelas-jelas bukan genre bacaan favorit saya--juga karena banyaknya istilah dan kanji yang menyulitkan.

Sabtu, 05 Desember 2015

Review: Jip, His Story

Jip, His Story Jip, His Story by Katherine Paterson
My rating: 3 of 5 stars

Ternyata ini ceritanya mengenai isu perbudakan orang-orang Negro (keturunan Afrika) yang berada di Amerika Serikat pada pertengahan abad ke-19. Jip, si tokoh utama, awalnya dikira anak kaum gipsi yang terjatuh dari kereta kuda di daerah sebuah pertanian miskin. Namanya, Jip, pun diambil dari kata "gipsi".
Dari penyebutan-penyebutan diri Jip sebagai "anak gipsi" oleh orang-orang di sekitarnya, bisa ditarik kesimpulan kalau sebenarnya ada diskriminasi orang-orang kulit putih terhadap kaum ini juga, meski di novel ini gak dijabarkan dengan detail kenapa.
Masalahnya, ketika terungkap bahwa Jip ternyata bukan kaum gipsi melainkan anak budak Afrika, perlakuan yang didapatnya jauuuuuh lebih kejam. Gak peduli posisi Jip yang udah tinggal bersama-sama mereka dan bekerja keras sebagai anak pertanian miskin selama bertahun-tahun, pada akhirnya ketika terungkap dia anak budak, perlakuan orang-orang dewasa di sekitarnya jadi berubah drastis. Seorang ibu yang pada musim dingin lalu berani menitipkan anak perempuannya ke Jip untuk diurus, malah langsung menganggap Jip barang buruan begitu ketahuan dia anak budak Negro. Bener-bener gak masuk akal, tapi diskriminasi seperti ini masih sangat kuat di negara adidaya itu hingga saat ini, kita gak bisa menutup mata. Saya jadi teringat "To Kill a Mockingbird" karya Harper Lee yang juga membahas diskriminasi kulit putih dan hitam di sana.

Btw, saya sedih banget pas Put mati. Saya jadi sempet marah sama Jip karena dia keras kepala pengen membawa Put dalam pelariannya, padahal selain pesakit, Put juga udah tua dan gila. Mana bisa seorang anak tanggung kayak Jip bisa menjaganya sendirian.
Agak kesel juga kenapa si Luke Stevens gak datang tepat waktu untuk mengecek Jip saat bersembunyi di pondok tua di deket pertaniannya. Malah Jip keburu kabur nemuin Put dan melanjutkan perjalanan berdua--yang berujung pada kematian Put.
Adegan kematian Sheldon maupun Put, menurut saya, kurang klimaks. Tapi, justru, di situlah jadi berasa bahwa tokoh-tokoh yang sejak awal kehadirannya penting itu, bisa mati begitu saja. Dadakan. Gak pakai adegan pertarungan yang keren maupun perputaran kehidupan yang menyenangkan terlebih dulu. Efek yang saya terima pas baca jadi "berbeda".

Gitu deh.
Ini novel yang menarik.
Tapi... terjemahan dan editannya agak-agak bikin kliyengan yak ahahaha.... Kurang nikmat bacanya jadinya ||orz

Btw, ini buku dikasih temen saya yang tahu kalau saya selama ini nyari-nyari novel Paterson yang satu lagi: Bridge to Terabithia--yang sampai sekarang belum kesampaian juga untuk saya baca.

View all my reviews

Review: Pride and Prejudice

Pride and Prejudice Pride and Prejudice by Jane Austen
My rating: 3 of 5 stars

Hmmmmmmmmmm... Sementara teman-teman saya yang lain tergila-gila dengan buku ini dan menyodorkannya pada saya karena kata mereka, "BAGUS BANGET, GIE!!!"; saya malah acapkali merasa bosan saat membaca novel ini. Terlalu banyak basa-basi, mungkin, adalah faktor utamanya. Yah, memang mungkin berbasa-basi adalah suatu bentuk kesopanan dan keanggunan tersendiri pada zaman novel ini ditulis, tetapi... yah... bagi saya, itu menghambat saya dalam membaca dan membuat saya cenderung eeer... cepat bosan.

Padahal di sisi lain, saya sangaaaaat menyukai The Prince and the Pauper-nya Mark Twain, yang juga mendalami kehidupan masyarakat dan politik Inggris zaman dahulu.
Mungkin karena saya lebih menyukai cerita-cerita yang penuh petualangan semacam itu? Dibandingkan dengan Pride and Prejudice yang tokoh-tokohnya bangsawan melulu dan kerjaan mereka hanya saling berkunjung dan menyelenggarakan pesta dansa untuk mencari jodoh (yang bagi saya itu terdengar sangat konyol dan gak berarti--maafkan saya). Konfliknya pun melulu soal "siapa jodoh saya nanti?", "berapa banyak harta dan warisan bangsawan itu?", "seberapa tinggi derajatnya di kalangannya?", "seberapa cantik rupa nona keluarga itu?", "wanita buruk rupa tidak pantas bersanding dengan pria bermartabat itu, bukan?" dan lain-lain sebagainya.
Yah, bagi saya sih, itu konyol.


Tetapi, sekitar 100 halaman terakhir membuat saya mulai "melek" dan gak mudah ketiduran lagi pas membaca. Mungkin karena konfliknya mulai memanas dengan masalah Wickham dan Lydia, dengan CLBK-nya Bingley dan Jane, dan sudah adanya hubungan yang jelas antara Darcy dan Elizabeth.

Begitu deh.
Mungkin saya tipe-tipe yang lebih demen cerita-cerita yang mengutamakan konflik masyarakat kelas bawah seperti pada The Prince and the Pauper dibanding ngeliatin bangsawan kelas atas musingin warisan dan jodoh.
Iya, jadi ini masalah selera saja.


View all my reviews