Cek di sini

Senin, 26 Desember 2011

Review "A Necklace of Raindrops"



Judul buku  : A Necklace of Raindrops And Other Stories
Pengarang    : Joan Aiken (pengarang) & Jan Pienkowski (ilustrator)
Bahasa        : Inggris
Penerbit       : Puffin Books (England)
Tahun terbit : 1975
Halaman      : 125
Ukuran        : 10 x 15 cm


Berhubung yang bertugas ngisi rubrik Aksarapedia di Aksarayana #4 kali ini adalah si Gie, jadinya yang dibahas buku beginian, deh: dongeng fantasi anak <3
“A Necklace of Raindrops” ini bukan novel, melainkan sebuah kumcer. Untuk anak-anak. Sangat fantasiyah. Yang saya temukan di sebuah bazaar buku progdi Jerman kampus saya. Dan saya dikasih gratis sama orang Jermannya―karena sudah robek-robek, katanya―yang saya balas dengan ucapan terima kasih berkali-kali. Ah, betapa saya sudah jatuh cinta dengan buku ini tepat pada saat mata saya bertumbuk dengan covernya yang manis!
Dibuka dengan “A Necklace of Raindrops”, bercerita tentang seorang anak perempuan bernama Laura yang tiap ulang tahunnya diberi setetes air hujan oleh Angin Utara. Berkat kekuatan kalung-air-hujan itu, Laura bisa menghentikan dan menurunkan hujan sesuka hatinya! Malang, kalung itu dicuri dan ia harus mengejar hingga ke daratan Arabia karena kalung itu akan diberikan pada seorang putri sebagai hadiah!
Disusul “The Cat Sat on the Mat” yang membuat saya terpingkal: tidak punya baju lain, seorang anak perempuan ikut dijemur bersama bajunya yang baru dicuci! Selanjutnya ada kue pai terbang karena adonannya tercampur sejumput Langit! Kucing yang membesar karena minum susu bercampur ragi! Harimau yang mampu berlari lebih cepat dari angin!
Kekuatan cerita-cerita Aiken ini adalah gaya berceritanya yang sungguh “dongeng”. Narasi yang interaktif dengan pembaca, kalimat-kalimat pendek—yang pastinya akan digemari anak-anak, nama tokoh yang mudah diingat, latar tempat yang memang ada di dunia nyata (yang―hebatnya―tidak memudarkan efek fantasiyahnya!), deskripsi pun amat apik. Juga: nyanyian, yang merupakan nilai sangat-plus dalam cerita anak!
Satu hal lagi, walau se-fantasiyah apapun ceritanya, Aiken selalu menggunakan makhluk atau barang yang mudah dibayangkan oleh anak-anak: gajah, kucing, kue pai, permadani, kereta. Jangan harap seorang anak mau membaca cerpen fantasi yang isinya tentang spesies baru yang bahkan mendeskripsikannya bikin dahi berkerut: Zyoikn, makhluk mirip ikan dengan tanduk dan sirip bercakar yang hidup di planet Wuopge. Aduh, anak mana yang nafsu buat baca narasi sesulit itu? Saya aja males hehe~
Kurang lengkap rasanya kalau tidak membahas ilustrasinya. Masih ingat saya bilang kalau saya jatuh cinta berkat cover? Warna jingga-nila-merahmuda yang manis dan lembut, seperti saya (lho?), begitu menggoda! Sayangnya, saya enggak begitu paham soal ilustrasi, jadi saya sulit menuliskan gaya gambar Pienkowski. Yang mencolok adalah bahwa ia menggambar makhluk hidup dengan siluet-siluet hitam. Jadi, baik si Laura, Angin Utara, Putri Arabia, si kucing, si harimau, SEMUA hanya siluet hitam. Yang penuh warna hanyalah latar belakangnya.  Tapi, yah, itu, jadi pembaca bisa sesuka hati membayangkan wajah dan ekspresi para tokoh!
Eerr... apalagi ya? Ah, pesan moral. Sebuah cerita anak musti ada pesan moral, dong~ Aiken―lagi-lagi―membuat takjub saya, pesan moralnya disampaikan begitu halus, tidak menggurui!
Seperti pada cerita “The Three Travellers”, dimana dua pelancong pergi ke tempat yang sudah mereka ketahui medannya, sedangkan seorang sisanya mencoba pergi ke arah yang tidak pernah dicoba teman-temannya. Akhirnya ia menemukan sebuah tempat indah yang belum pernah dikunjungi siapapun! Ia pun mengajak teman-temannya ke sana. (cerita favorit saya, walau fantasinya tidak begitu kuat, eniwei)
Apa yang didapat seorang anak dari cerita “The Three Travellers” itu? Bahwa mencoba hal baru akan membuka kesempatan baru; pantang menyerah akan membawa hasil memuaskan; berbagi dengan teman akan membuat apapun yang dibagi terasa lebih menyenangkan.
Waduh, saya kok jadi berpanjang-lebar begini? Kalau enggak berhenti, bisa-bisa satu Aksarayana isinya cuman review buku dongeng dari saya hehe...
Kesimpulannya, “A Necklace of Raindrops” ini salah satu karya fantasi anak yang sukses! Seribu sayang, kini tidak akan ada lagi karya baru dari Aiken—beliau sudah meninggal tahun 2004.
Nah, bukankah sekarang giliran yang muda? Ayo, penulis Indonesia, coba ramaikan literasi anak :)

Gie
-yang ingin koleksi dongeng anaknya bertambah-

Kamis, 20 Oktober 2011

Telisik "Usagi Drop" (うさぎドロップ)

おはよう~


Oleh karena saya lagi “tenggelam” dalam anime Usagi Drop ini, rasanya enggak afdol kalau saya enggak bikin review barang sepatah duapatah kata :P

Mulai dari mana ya... hmmm... Usagi Drop (うさぎドロップ). Jujur, saya belum nonton maupun baca seri ini sampai tamat. Jadi, review ini bisa dibilang “setengah mateng” haha...

Awal saya kenal Usagi Drop adalah dari teman kampus saya. Dia emang udah paham betul selera tontonan saya kayak gimana, jadi waktu dia merekomendasikan anime ini, saya langsung high-expectation deh :3 Apalagi teman saya itu bilang dengan yakin, “Gie pasti suka deh!”
Oke, prolognya selesai, langsung ke ‘kesan pertama’ saya terhadap anime ini~
Kawachi Daikichi & Kaga Rin

Selasa, 18 Oktober 2011

Kolak Pisang Hanifa



“Pokoknya ini punya Hani buat buka puasa!” tandas Hanifa pada sang adik, Ihsan. Di hadapan mereka tampak kolak pisang buatan Bunda, hanya tinggal semangkuk di pagi itu. Kolak pisang buatan Bunda teramat sedap hingga kedua bersaudara itu tidak ada yang rela membagi jatah masing-masing.
“Tapi Ihsan juga mau, Kak Hani!” balas sang adik, tak mau kalah. Wajahnya masam, bibirnya menekuk ke bawah karena ia tidak mendapat bagian lagi.
Hanifa menghiraukannya, dengan langkah-langkah menghentak, ia menyambar mangkuk itu dan membawanya. “Kau sudah makan jatah Hani waktu sahur tadi!”
“Kak Hani pelit!!!” jerit Ihsan, ia tampak kecewa. Sedangkan Hanifa, sekilas mendengus lalu melengang menuju kamar untuk menyembunyikan kolak pisangnya.
Tak boleh ada orang lain yang memakan kolaknya, pikir Hanifa saat itu.
***