Cek di sini

Sabtu, 05 Desember 2015

Review: Jip, His Story

Jip, His Story Jip, His Story by Katherine Paterson
My rating: 3 of 5 stars

Ternyata ini ceritanya mengenai isu perbudakan orang-orang Negro (keturunan Afrika) yang berada di Amerika Serikat pada pertengahan abad ke-19. Jip, si tokoh utama, awalnya dikira anak kaum gipsi yang terjatuh dari kereta kuda di daerah sebuah pertanian miskin. Namanya, Jip, pun diambil dari kata "gipsi".
Dari penyebutan-penyebutan diri Jip sebagai "anak gipsi" oleh orang-orang di sekitarnya, bisa ditarik kesimpulan kalau sebenarnya ada diskriminasi orang-orang kulit putih terhadap kaum ini juga, meski di novel ini gak dijabarkan dengan detail kenapa.
Masalahnya, ketika terungkap bahwa Jip ternyata bukan kaum gipsi melainkan anak budak Afrika, perlakuan yang didapatnya jauuuuuh lebih kejam. Gak peduli posisi Jip yang udah tinggal bersama-sama mereka dan bekerja keras sebagai anak pertanian miskin selama bertahun-tahun, pada akhirnya ketika terungkap dia anak budak, perlakuan orang-orang dewasa di sekitarnya jadi berubah drastis. Seorang ibu yang pada musim dingin lalu berani menitipkan anak perempuannya ke Jip untuk diurus, malah langsung menganggap Jip barang buruan begitu ketahuan dia anak budak Negro. Bener-bener gak masuk akal, tapi diskriminasi seperti ini masih sangat kuat di negara adidaya itu hingga saat ini, kita gak bisa menutup mata. Saya jadi teringat "To Kill a Mockingbird" karya Harper Lee yang juga membahas diskriminasi kulit putih dan hitam di sana.

Btw, saya sedih banget pas Put mati. Saya jadi sempet marah sama Jip karena dia keras kepala pengen membawa Put dalam pelariannya, padahal selain pesakit, Put juga udah tua dan gila. Mana bisa seorang anak tanggung kayak Jip bisa menjaganya sendirian.
Agak kesel juga kenapa si Luke Stevens gak datang tepat waktu untuk mengecek Jip saat bersembunyi di pondok tua di deket pertaniannya. Malah Jip keburu kabur nemuin Put dan melanjutkan perjalanan berdua--yang berujung pada kematian Put.
Adegan kematian Sheldon maupun Put, menurut saya, kurang klimaks. Tapi, justru, di situlah jadi berasa bahwa tokoh-tokoh yang sejak awal kehadirannya penting itu, bisa mati begitu saja. Dadakan. Gak pakai adegan pertarungan yang keren maupun perputaran kehidupan yang menyenangkan terlebih dulu. Efek yang saya terima pas baca jadi "berbeda".

Gitu deh.
Ini novel yang menarik.
Tapi... terjemahan dan editannya agak-agak bikin kliyengan yak ahahaha.... Kurang nikmat bacanya jadinya ||orz

Btw, ini buku dikasih temen saya yang tahu kalau saya selama ini nyari-nyari novel Paterson yang satu lagi: Bridge to Terabithia--yang sampai sekarang belum kesampaian juga untuk saya baca.

View all my reviews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar